Sebuah Petunjuk Mengidentifikasi Online Sexual Exploitation of Children (OSEC)

Seperti never-ending saga, kasus pelecehan seksual lagi-lagi kembali terjadi. Kali ini pelaku datang dari sekelompok selebriti atau yang akrab disapa influencer. Diketahui saat melakukan live Instagram, influencer sekaligus musisi tersebut mengajak followers perempuan untuk bergabung dan diminta mengucapkan dan melakukan gerakan yang seksual. Aksi tak senonoh itu pun mengundang perhatian banyak orang, masyarakat beramai-ramai mengecam tindakan sang influencer yang tanpa sadar sudah melakukan pelecehan seksual terhadap perempuan. Belum lagi, Instagram pelaku yang pada saat itu dalam mode publik dengan followers hampir 2 juta, memungkinkan masyarakat dari rentang usia beragam termasuk anak di bawah umur yang juga berpotensi menjadi korban atas tindakannya yang tidak bertanggung jawab. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi? Benarkah adanya ketimpangan relasi kuasa antara pelaku yang merupakan seorang artis dengan korbannya yang tidak lain adalah seorang penggemar menjadi penyebab utama? Bagaimana korban khususnya anak dapat mengidentifikasi dan menghindari kejadian tersebut? Mari simak tulisan berikut untuk menemukan jawabannya!

Yuk, kenali apa itu Online Sexual Exploitation of Children (OSEC)!

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai OSEC, mari kita mengenal apa itu cyberspace atau yang biasa disebut dunia maya. Dunia maya atau disebut juga ruang siber atau mayantara adalah media elektronik dalam jaringan komputer yang banyak dipakai untuk keperluan komunikasi satu arah maupun timbal-balik secara online (terhubung langsung). Pada era digital seperti saat ini, dunia maya menjadi wadah yang sangat menarik bagi masyarakat untuk mengonsumsi bahkan memproduksi suatu informasi dalam jangkauan yang sangat luas. Dampak yang dapat ditimbulkan pun beragam, bisa bersifat positif maupun negatif tergantung penggunanya. Sekilas mungkin tak ada yang salah dari definisi dunia maya itu sendiri, namun kebebasan dan kemudahan dalam mengakses berbagai informasi tersebut yang menjadikan anak rentan untuk dieksploitasi secara seksual atau yang disebut Online Sexual Exploitation of Children (OSEC)

Eksploitasi seksual anak secara online atau Online Sexual Exploitation of Children (OSEC) merupakan bentuk kejahatan yang dilakukan oleh pelaku dengan memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi dan atau/internet untuk memfasilitasi terjadinya pelecehan seksual terhadap anak. Eksploitasi seksual terhadap anak secara online ini menjadi sebuah fenomena yang terus berkembang mengikuti perkembangan teknologi. Namun, nyatanya, perkembangan teknologi tak selalu membawa dampak positif bagi tumbuh kembang anak. Pelecehan seksual terhadap anak seperti kasus di atas hanyalah satu dari banyaknya modus kejahatan eksploitasi seksual anak secara online yang dapat terjadi atas pemanfaatan teknologi yang dilakukan oleh orang-orang tidak bertanggungjawab.

Kenapa Online Sexual Exploitation of Children (OSEC) bisa terjadi?

Kekerasan seksual tidak hanya berupa kekerasan langsung/fisik, melainkan juga dapat berupa kekerasan tidak langsung seperti yang terjadi di dunia maya. Tidak seperti bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya, anak yang menjadi korban eksploitasi seksual secara online dapat menjadi korban jutaan kali setiap sebuah foto, audio, dan video dilihat, ditonton, dikirim, atau diterima. Menurut Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2021, kasus kekerasan berbasis gender siber (ruang online/daring) atau disingkat KBGS yang dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan yaitu dari 241 kasus pada tahun 2019 naik menjadi 940 kasus di tahun 2020. Eksploitasi seksual anak secara online ini tentunya dapat berdampak buruk bagi kondisi fisik maupun psikis anak. Dengan kata lain, dunia maya sangat berbahaya bagi anak apabila tidak ada penanganan ataupun tindakan yang tegas terhadap setiap kasus OSEC yang terjadi. Adapun eksploitasi seksual anak secara online yang sering terjadi diantaranya:

  1. Online Child Sexual Abuse Material
    Online Child Sexual Abuse Material atau materi pelecehan seksual anak secara online merupakan kegiatan di mana seseorang mengakses, memiliki, memproduksi, dan/atau mengirimkan foto, audio, dan video pelecehan seksual anak. Materi ini memiliki tingkat kekerasan dan tindakan yang berbeda-beda, mulai dari anak-anak yang berpose secara seksual sampai dengan kekerasan yang berat. Materi pelecehan seksual anak juga sering kali diperjualbelikan pada situs-situs ilegal seperti DarkNet/Deep Web.
  2. Grooming of Children for Sexual Purposes
    Grooming atau perawatan anak untuk tujuan seksual merupakan kondisi dimana pelaku, dalam konteks ini sering ditemukan orang dewasa berusaha  menjalin atau membangun sebuah hubungan dengan seorang anak baik secara online maupun offline dengan tujuan mengeksploitasi mereka secara seksual. Memanipulasi menjadi satu kata yang perlu digaris bawahi ketika kita membicarakan child grooming. Kejahatan seperti ini biasa dilakukan oleh pelaku dengan modus berkenalan yang dibarengi iming-iming tertentu.
  3. Live Streaming Sexual Abuse of Children
    Seperti namanya, live streaming sexual abuse of children atau siaran langsung pelecehan seksual anak merupakan kondisi yang terjadi di ruang obrolan online atau aplikasi komunikasi lainnya dengan fitur siaran video yang bertujuan menyebarkan pelecehan seksual anak secara langsung kepada ‘penonton’. Penonton ini sendiri terbagi menjadi dua kategori, yaitu pertama, penonton pasif kondisi di mana penonton hanya membayar sejumlah tertentu untuk menonton. Sedangkan kategori kedua adalah penonton aktif kondisi di mana penonton dapat berkomunikasi kepada korban, pelaku pelecehan seksual, dan/atau fasilitator pelecehan seksual anak dan meminta tindakan fisik tertentu dan/atau tindakan seksual yang akan dilakukan oleh anak. Tak jarang, pelaku dari live streaming sexual abuse of children ini adalah orang tua atau kerabat dekat dari anak itu sendiri.
  4. Sextortion
    Berasal dari kata sex (seks) dan extortion (pemerasan), kondisi ini bisa berawal dari sexting atau saling mengirim pesan berbau seksual. Setelah pelaku mendapatkan foto, audio, atau video korban, pelaku akan memeras, memaksa, bahkan mengancam korban untuk tujuan eksploitasi seksual. Tak jarang materi pelecehan seksual tersebut diproduksi sendiri dengan memanipulasi korban. Yang jelas, kegiatan ini hanya bertujuan untuk mencari keuntungan pribadi pelaku.


ECPAT Indonesia melakukan pemetaan awal terhadap situasi kerentanan anak dari eksploitasi seksual online. Pemetaan ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner online kepada responden yang berada di usia 6 hingga 17 tahun.  Berdasarkan kuesioner tersebut ditemukan bahwa 67% anak mengalami peningkatan penggunaan internet dibandingkan sebelum pandemi covid-19. Bahkan, sebagian besar responden mengakui bahwa mereka menghabiskan lebih dari enam jam dalam sehari menggunakan internet. Menurut Deden Ramadani, Koordinator Penelitian ECPAT Indonesia, dari 1203 responden ditemukan adanya 287 bentuk pengalaman buruk saat berinternet di masa pandemi seperti saat  ini. Adapun bentuk-bentuk pengalaman buruk yang paling sering dialami korban meliputi:

  • dikirimi tulisan/pesan teks yang tidak sopan dan senonoh (112 responden)
  • dikirimi gambar/video yang membuat tidak nyaman (66 responden)
  • dikirimi gambar/video yang menampilkan pornografi (27 responden)

Sekarang, mari kita sama-sama cari tau cara melawan OSEC!

Meningkatnya kasus eksploitasi seksual anak secara online merupakan sebuah keprihatinan besar bagi kita semua. Di tengah semakin luasnya jangkauan internet serta cepatnya pertumbuhan teknologi informasi, masyarakat perlu semakin sadar dan mengetahui tentang berbagai bentuk pelecehan yang dapat terjadi saat berada di dunia maya. Hal ini juga perlu menjadi perhatian orang dewasa untuk bagaimana menciptakan ruang yang aman bagi anak dalam mengakses dunia maya tanpa perlu khawatir dirinya berpotensi menjadi korban eksploitasi seksual. Selain itu, masyarakat juga perlu secara sadar untuk berhenti memberikan stigma negatif kepada korban kekerasan seksual. Banyak orang berpikir kekerasan seksual terjadi karena fisik atau sikap yang ditunjukan korban. Namun, faktanya, salah satu faktor paling utama terjadinya kekerasan seksual adalah karena adanya ketimpangan relasi kuasa yang terjadi antara pelaku dan korban yang terlibat. Ini adalah kondisi di mana pelaku merasa berhak dan merasa tidak bersalah atas tindakan biadabnya. Adapun motivasi serta tujuan pelaku lainnya melakukan kekerasan seksual adalah karena balas dendam, cemburu, kemarahan, atau memuaskan hasrat seksualnya.

Berdasarkan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), hak perlindungan terhadap data elektronik seseorang telah dijamin dan terdapat hukuman bagi seseorang yang merugikan pemilik data pribadi orang lain. Selain itu, ada juga Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang bertujuan memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari pornografi, terutama bagi anak dan perempuan. Namun demikian, pada kenyataannya tidak terdapat aturan yang secara spesifik melindungi anak korban eksploitasi kekerasan seksual secara online, sehingga dalam banyak kasus, lemahnya perlindungan terhadap data pribadi tersebut berpotensi terjadinya eksploitasi seksual anak secara online. Maka dari itu, selain pemerintah yang harus terus menerus dengan tegas membuat regulasi yang berpihak dan melindungi anak, kita sebagai orang tua, kakak, paman, atau kerabat terdekat juga penting untuk mengambil peran guna bersama-sama melindungi anak dari OSEC. Selain itu, perlunya peningkatan ilmu pengetahuan bagi semua pihak terkait perlindungan anak agar anak dapat terhindar dari segala bentuk kekerasan, baik fisik, seksual, dan psikis.

Penulis: Illiyin Keikori
Penyunting: Rheka Rizqiah Ramadhani
Penerjemah: Hasna Fatina

Referensi:

https://www.childsafenet.org/online-sexual-abuse-exploitation
https://komnasperempuan.go.id/uploadedFiles/1466.1614933645.pdf
https://ecpatindonesia.org/berita/kekerasan-seksual-anak-online-meningkat-di-masa-pandemi-covid-19/
https://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/-Regulasi-UU.-No.-11-Tahun-2008-Tentang-Informasi-dan-Transaksi-Elektronik-1552380483.pdf
https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2008_44.pdf

Subscribe
Notify of
guest
4 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Anounymous

Keren!! Mari mencegah anak2 kita menjadi korban OSEC dengan cerdas berinternet 😊

Alya

Mantapppp

Alegori Senja

Mantap kak. Ruang maya ibarat dua sisi mata pisau. Di mana kita bisa memperoleh banyak keuntungan sekaligus kerugian. Adapun cara melindungi anak dari OSEC ialah memberikan edukasi maupun literatur bacaan yang bermanfaat. Bisa melalui membaca buku atau membaca artikel web yang bermanfaat terkait Literasi dan Pengembangan Diri. Seperti di web Alegori Senja, blog yang menyuguhkan bacaan seputar literasi dan pengembangan diri. Terima kasih

4
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x