Menjawab Tantangan “Generasi Bebas Stunting” di Tengah Pandemi: Mari Memberikan Akses dan Mengedukasi!

Sudahkah Hak Kesehatan Anak Terpenuhi?

Tidak terasa Indonesia akan menyambut kembali Hari Anak Nasional (HAN) pada tanggal 23 Juli 2021. Masih sama dengan tahun sebelumnya, tema HAN yang diusung tahun ini adalah “Anak Terlindungi, Indonesia Maju” dengan tagline #AnakPeduliDiMasaPandemi. Dalam salah satu artikel resmi yang dirilis oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, tema dan tagline HAN tahun ini diharapkan menjadi motivasi bahwa pandemi tidak menyurutkan komitmen untuk melaksanakan HAN secara virtual tanpa mengurangi maknanya.[1] Namun, sebelum kita sampai pada perayaan HAN tahun ini, pertanyaan besarnya adalah “Apakah hak-hak anak sudah terpenuhi secara maksimal?”

Sebelum menemukan jawaban pertanyaan di atas, penting untuk dipahami bahwa anak memiliki hak-hak yang diatur secara komprehensif dalam Konvensi Hak Anak, yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Salah satu hak anak yang sangat krusial bagi kelangsungan hidupnya adalah hak atas kesehatan. Pasal 6 dan Pasal 24 Konvensi Hak Anak, secara khusus, menyatakan bahwa setiap anak berhak mendapatkan standar kesehatan dan perawatan medis yang terbaik, air bersih, makanan bergizi dan lingkungan tinggal yang bersih dan aman.[2] Semua orang dewasa dan anak-anak perlu punya akses pada informasi kesehatan. Pemerintah harus memastikan bahwa anak bisa bertahan hidup dan tumbuh dengan sehat.

Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak beserta perubahan-perubahannya (“UU Perlindungan Anak”), hak atas kesehatan, sejatinya, merupakan salah satu cerminan pemenuhan hak anak untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Pasal 8 UU Perlindungan Anak juga menegaskan bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial.

Namun, pernahkah kita mendengar bahwa 1 dari 3 balita di Indonesia mengalami stunting atau tumbuh kerdil karena kekurangan gizi,[3] atau 7 juta anak Indonesia mengalami stunting?[4] Lantas, apakah dengan demikian hak kesehatan anak Indonesia sudah benar-benar terpenuhi dengan baik?

Tentang Stunting di Masa Pandemi

Stunting adalah masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya.[5] Stunting disebabkan kekurangan gizi pada bayi di 1000 hari pertama (atau sampai usia 2 (dua) tahun) kehidupan yang berlangsung lama dan menyebabkan terhambatnya perkembangan otak dan tumbuh kembang anak. Karena mengalami kekurangan gizi menahun, bayi stunting tumbuh lebih pendek dari standar tinggi balita seumurnya.[6] Studi Status Gizi Balita di Indonesia (SSGBI) di 34 provinsi di Indonesia pada 2019 menunjukkan angka stunting pada balita mencapai 27,67%,[7] yang artinya dari 10 (sepuluh) balita di Indonesia, 3 (tiga) diantaranya mengalami stunting. Angka ini masih tergolong tinggi mengingat WHO menargetkan angka stunting tidak boleh lebih dari 20% dan Indonesia melewati ambang batas tersebut. Global Nutrition Report pada tahun 2018 juga menunjukkan prevalensi stunting Indonesia dari 132 negara berada pada peringkat ke-108, sedangkan di kawasan Asia Tenggara, prevalensi stunting Indonesia tertinggi ke-2 setelah Kamboja.[8]

Stunting pada anak terjadi karena rendahnya akses terhadap makanan bergizi, rendahnya asupan vitamin dan mineral, serta buruknya keragaman pangan dan sumber protein hewani. Selain itu, rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan termasuk sanitasi dan air bersih juga menjadi salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan anak.[9] Minimnya akses terhadap makanan yang bergizi maupun sanitasi dan air bersih, tentunya erat kaitannya dengan faktor kemiskinan yang menjadi persoalan klasik dan struktural di Indonesia. Di samping itu, faktor-faktor lain seperti kurangnya edukasi dan informasi tentang kebutuhan zat gizi pada anak, peningkatan angka urbanisasi, terjadinya bencana alam, maupun kondisi kesehatan ibu juga dapat berkontribusi pada terjadinya stunting pada anak.

 Persoalan stunting pada anak di masa pandemi Covid-19 semakin memburuk karena banyaknya keluarga yang kehilangan pendapatan sehingga mereka tidak mampu memenuhi akses makanan bergizi, sanitasi, maupun air bersih. Survei daring menunjukkan bahwa kebutuhan pangan semakin tidak aman dimana 36% responden menyatakan bahwa mereka “seringkali” mengurangi porsi makan karena masalah keuangan.[10] Ironis sekali. Hilangnya pendapatan rumah tangga dapat meningkatkan risiko kekurangan gizi pada anak dan pada tingkat terparah, risiko kematian pada anak dengan gizi buruk meningkat 12 (dua belas) kali lipat dari risiko kematian pada anak dengan gizi baik.[11] Bukan hanya faktor ekonomi, pandemi Covid-19 juga telah mengganggu rantai pasokan makanan sehingga ketersediaan dan keterjangkauan bahan pangan sehat menjadi semakin sulit. Situasi demikian juga menyebabkan beberapa anak menjadi rentan mengalami kekerasan di rumah, penelantaran, dipekerjakan, dan bahkan menaikkan risiko anak menjadi korban perdagangan.[12] Anak yang menjadi korban kekerasan, penelantaran dan perdagangan juga rentan mengalami stunting.[13] Terlebih  lagi, fasilitas kesehatan semakin sulit diakses untuk layanan kesehatan karena beban penderita Covid-19 yang terus bertambah dari waktu ke waktu, sehingga anak dengan stunting dapat terlambat diketahui dan ditangani.

Menghadapi Stunting di Masa Pandemi

Memburuknya stunting pada anak di masa pandemi menuntut Pemerintah untuk bergerak cepat dalam mengatasi persoalan ini jika tidak ingin kualitas SDM Indonesia terancam. Pemerintah telah menyatakan secara tegas bahwa penurunan angka stunting merupakan program prioritas nasional di tengah masa pandemi sekalipun. Sejak tahun 2013, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden RI Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi, mengamanatkan semua stakeholders untuk berperan serta dalam kegiatan-kegiatan percepatan perbaikan gizi, seperti kampanye, advokasi, dialog, pelatihan, diskusi, intervensi kegiatan gizi langsung (spesifik) yang dilakukan oleh sektor kesehatan, maupun intervensi kegiatan gizi tidak langsung (sensitif) yang dilakukan di luar sektor kesehatan. Lalu, sebenarnya langkah-langkah nyata apa yang telah dilakukan Pemerintah dalam menghadapi stunting pada anak di masa pandemi?

  1. Layanan Kesehatan Jiwa Nasional (SEJIWA)
    Layanan ini dapat diakses melalui nomor telepon 119 ext. 8, khususnya oleh perempuan dan anak yang terdampak Covid-19 termasuk bagi ibu hamil dan menyusui. Melalui layanan SEJIWA ini, baik perempuan maupun anak, dapat memperoleh edukasi, konsultasi dan pendampingan, khususnya terkait masalah perempuan dan anak di tengah pandemi. Layanan SEJIWA ini juga terintegrasi dengan hotline unit pengaduan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) serta Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA)/P2TP2A serta Lembaga Perlindungan Anak (LPA) dan Forum Pengada Layanan (FPL) yang ada di seluruh provinsi dan kabupaten/kota, sesuai lokasi pelapor berada. 
  1. Gerakan #BERJARAK (Bersama Jaga Keluarga Kita)
    Kemen PPPA telah mempersiapkan portal resmi khusus untuk memberikan informasi, edukasi dan komunikasi mengenai perlindungan perempuan dan anak di masa pandemi, yaitu: Layanan Sejiwa – B E R J A R A K (kemenpppa.go.id). Berbagai panduan terkait pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan balita di masa pandemi dimuat dalam situs tersebut, seperti: Panduan Menyusui dalam Situasi Pandemi Covid-19, Panduan Gizi Seimbang Pada Masa Pandemi Covid-19, dan lain sebagainya.
  1. Pilot Project Program Kampung Anak Sejahtera (KAS)
    Kemen PPPA juga melaksanakan program KAS di 8 (delapan) desa dengan angka stunting tinggi, yaitu melalui pemberian makanan tambahan bagi balita; edukasi gizi seimbang dan sanitasi layak anak bagi keluarga dan ibu hamil; pelatihan pengasuhan berbasis hak anak; edukasi kesehatan reproduksi bagi remaja; dan keterampilan pengolahan bahan pangan lokal untuk makanan pendamping ASI dan makanan sehat.


Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Upaya pemerintah patut diapresiasi, namun pemerintah tidak mungkin bekerja sendiri dalam mengatasi persoalan stunting di masa pandemi ini. Apa yang bisa kita lakukan? Sederhana sebenarnya, ada 2 (dua) hal yang dapat kita lakukan, dimulai dari keluarga atau kerabat terdekat kita, yaitu: Memberikan Akses dan Mengedukasi.

Salah satu faktor utama penyebab stunting adalah rendahnya akses keluarga-keluarga berpenghasilan rendah maupun keluarga yang kehilangan pendapatan karena pandemi Covid-19 terhadap makanan bergizi, sanitasi, maupun air bersih. Oleh karena itu, apabila kita melihat orang-orang di sekitar kita mengalami kesulitan mengakses hal tersebut, maka kita dapat mengambil tindakan nyata dengan memberikan akses kepada mereka. Kita dapat membagikan bahan-bahan makanan yang sehat, vitamin, perangkat kebersihan, maupun air bersih kepada mereka.

Selain itu, kita juga dapat berkontribusi dalam mengedukasi orang-orang di sekitar kita mengenai pentingnya gizi bagi anak, kesehatan ibu hamil maupun kesehatan reproduksi pada remaja. Kita dapat membantu mereka mengetahui dan memahami hal-hal penting, seperti: cara pengolahan bahan makanan yang baik dan benar, cara ibu menyusui, dan lain-lain. Di samping itu, kita juga dapat mengarahkan setiap perempuan dan anak yang kita kenal untuk mengakses portal resmi Layanan Sejiwa – B E R J A R A K (kemenpppa.go.id) maupun menghubungi layanan SEJIWA, apabila mereka mengalami permasalahan di masa pandemi. Edukasi ini selalu dapat dimulai dari perbincangan santai dan sederhana dengan orang-orang di sekitar kita, khususnya perempuan dan anak.

Mari memberikan akses dan mengedukasi demi mewujudkan “Generasi Bebas Stunting” di tengah pandemi!

Penulis: Patricia Cindy
Penyunting: Rheka Rizqiah Ramadhani
Penerjemah: Clarissa Cita Magdalena

***

Sumber:

[1] Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, “Pedoman Pelaksanaan Hari Anak Nasional (HAN) 2021,” <KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK (kemenpppa.go.id)> diakses pada tanggal 11 Juli 2021, pkl. 17.24 WIB.

[2] UNICEF Indonesia, “Konvensi Hak Anak: Versi Anak-Anak,” <Konvensi Hak Anak: Versi anak anak | UNICEF Indonesia> diakses pada tanggal 11 Juli 2021, pkl. 17.41 WIB.

[3] Databoks, “Cek Fakta, 1 dari 3 Balita di Indonesia Mengalami Stunting/Kerdil,” <Cek Fakta, 1 dari 3 Balita di Indonesia Mengalami Stunting/Kerdil | Databoks (katadata.co.id)> diakses pada tanggal 11 Juli 2021, pkl. 18.03 WIB.

[4] UNICEF Indonesia, “COVID-19 dan Anak-Anak di Indonesia, Agenda Tindakan untuk Mengatasi Tantangan Sosial Ekonomi, 11 Mei 2020,” <COVID-19-dan-Anak-anak-di-Indonesia-2020_1.pdf (unicef.org)> diakses pada tanggal 18 Juni 2021 pkl. 18.53 WIB.

[5] Kementerian Kesehatan RI, “Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia,” Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, <Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia> diakses pada tanggal 12 Juli 2021, pkl. 15.46 WIB

[6] Kedeputian Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi (ADPIN), “Indonesia Cegah Stunting,” Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, <Indonesia Cegah Stunting (bkkbn.go.id)> diakses pada tanggal 11 Juli 2021, pkl. 18.09 WIB.

[7] Yoanes Litha, “UNICEF Indonesia: Pandemi Diprediksi Tingkatkan Jumlah Kasus Stunting,” VOA Indonesia, <UNICEF Indonesia: Pandemi Diprediksi Tingkatkan Jumlah Kasus Stunting (voaindonesia.com)> diakses pada tanggal 11 Juli 2021 pkl. 18.18 WIB.

[8] Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, “Pandemi Covid-19, Stunting Masih Menjadi Tantangan Besar Bangsa,” Siaran Pers Nomor: B-290/Set/Rokum/MP 01/11/2020, <KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK (kemenpppa.go.id)> diakses pada tanggal 11 Juli 2021 pkl. 19.13 WIB.

[9] Widyawati, “Ini Penyebab Stunting pada Anak,” Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI, <Ini Penyebab Stunting pada Anak – Sehat Negeriku (kemkes.go.id)> diakses pada tanggal 11 Juli 2021 pkl. 18.33 WIB.

[10] UNICEF Indonesia, “COVID-19 dan Anak-Anak di Indonesia, Agenda Tindakan untuk Mengatasi Tantangan Sosial Ekonomi, 11 Mei 2020”.

[11] UNICEF Indonesia, “Indonesia: Angka Masalah Gizi pada Anak Akibat Covid-19 dapat Meningkat Tajam Kecuali Jika Tindakan Cepat Diambil,” <Indonesia: Angka masalah gizi pada anak akibat COVID-19 dapat meningkat tajam kecuali jika tindakan cepat diambil (unicef.org)> diakses pada tanggal 11 Juli 2021 pkl. 19.07 WIB.

[12] World Health Organization (WHO), “Joint Leaders’ statement – Violence against children: A hidden crisis of the COVID-19 pandemic,” <Joint Leaders’ statement – Violence against children: A hidden crisis of the COVID-19 pandemic> diakses pada tanggal 11 Juli 2021, pkl. 22.20 WIB.

[13] United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), “An Introduction to Human Trafficking: Vulnerability, Impact and Action,” <An Introduction to Human Trafficking: Vulnerability, Impact and Action> diakses pada tanggal 11 Juli 2021, pkl. 22.40 WIB.

 
Artikel

Databoks, “Cek Fakta, 1 dari 3 Balita di Indonesia Mengalami Stunting/Kerdil,” <Cek Fakta, 1 dari 3 Balita di Indonesia Mengalami Stunting/Kerdil | Databoks (katadata.co.id)> diakses pada tanggal 11 Juli 2021, pkl. 18.03 WIB.

Kedeputian Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi (ADPIN), “Indonesia Cegah Stunting,” Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, <Indonesia Cegah Stunting (bkkbn.go.id)> diakses pada tanggal 11 Juli 2021, pkl. 18.09 WIB.

Kementerian Kesehatan RI, “Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia,” Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, <Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia> diakses pada tanggal 12 Juli 2021, pkl. 15.46 WIB

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, “Pandemi Covid-19, Stunting Masih Menjadi Tantangan Besar Bangsa,” Siaran Pers Nomor: B-290/Set/Rokum/MP 01/11/2020, <KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK (kemenpppa.go.id)> diakses pada tanggal 11 Juli 2021 pkl. 19.13 WIB.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, “Pedoman Pelaksanaan Hari Anak Nasional (HAN) 2021,” <KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK (kemenpppa.go.id)> diakses pada tanggal 11 Juli 2021, pkl. 17.24 WIB.

UNICEF Indonesia, “COVID-19 dan Anak-Anak di Indonesia, Agenda Tindakan untuk Mengatasi Tantangan Sosial Ekonomi, 11 Mei 2020,” <COVID-19-dan-Anak-anak-di-Indonesia-2020_1.pdf (unicef.org)> diakses pada tanggal 18 Juni 2021 pkl. 18.53 WIB.

UNICEF Indonesia, “Indonesia: Angka Masalah Gizi pada Anak Akibat Covid-19 dapat Meningkat Tajam Kecuali Jika Tindakan Cepat Diambil,” <Indonesia: Angka masalah gizi pada anak akibat COVID-19 dapat meningkat tajam kecuali jika tindakan cepat diambil (unicef.org)> diakses pada tanggal 11 Juli 2021 pkl. 19.07 WIB.

United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), “An Introduction to Human Trafficking: Vulnerability, Impact and Action,” <An Introduction to Human Trafficking: Vulnerability, Impact and Action> diakses pada tanggal 11 Juli 2021, pkl. 22.40 WIB.

Widyawati, “Ini Penyebab Stunting pada Anak,” Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI, <Ini Penyebab Stunting pada Anak – Sehat Negeriku (kemkes.go.id)> diakses pada tanggal 11 Juli 2021 pkl. 18.33 WIB.

World Health Organization (WHO), “Joint Leaders’ statement – Violence against children: A hidden crisis of the COVID-19 pandemic,” <Joint Leaders’ statement – Violence against children: A hidden crisis of the COVID-19 pandemic> diakses pada tanggal 11 Juli 2021, pkl. 22.20 WIB

Yoanes Litha, “UNICEF Indonesia: Pandemi Diprediksi Tingkatkan Jumlah Kasus Stunting,” VOA Indonesia, <UNICEF Indonesia: Pandemi Diprediksi Tingkatkan Jumlah Kasus Stunting (voaindonesia.com)> diakses pada tanggal 11 Juli 2021 pkl. 18.18 WIB.

Peraturan

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Lembaran Negara Tahun 2014 No. 297. Sekretariat Negara. Jakarta.

UNICEF Indonesia, “Konvensi Hak Anak: Versi Anak-Anak,” <Konvensi Hak Anak: Versi anak anak | UNICEF Indonesia> diakses pada tanggal 11 Juli 2021, pkl. 17.41 WIB.

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Facebook
Twitter
WhatsApp
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x